Rabu, 13 Agustus 2014

8 Jihad yang Wajib Diketahui Muslim Indonesia


Jihad yang  menjadi pemberitaan banyak media tentang gerakan radikal, telah salah kaprah pemahaman dan pengertian nya kepada masyarakat awam, maka perlulah saya jelaskan disini :
Selama jadi kompasianer ini adalah artikel pertama saya tentang agama, walaupun sebenarnya paling saya hindari karena takut keliru dan salah dalam menerangkan. beda lagi dengan artikel politik yang walaupun salah atau keliru sudah biasa karena politik sesuatu yang fleksibel dan dinamis yang berhubungan secara horizontal
Sangat benar jika Jihad mengandung pengertian perang, Tapi harus diketahui bahwa jihad/perang jangan terlalu sempit diartikan dengan pertempuran senjata dan lain sebagainya seperti yang terjadi di negara-negara arab ataupun dibelahan dunia lain nya. maka dari itu jangan mudah mengambil kesimpulan yang terlalu dangkal / sederhana dalam menanggapi fenomena ISIS dan fenomena gerakan radikal lain nya!
pandangan Jihad secara global ialah sebuah PERJUANGAN SUCI yang bernilai ibadah sesuai dengan tuntunan / ajaran agama yang baik dan benar
adapun beberapa tipe Jihad yang harus diketahui khususnya kepada muslim Indonesia :
1. suami/kepala rumah tangga mencari nafkah
Usaha seorang suami dalam bekerja atau berwirausaha mencari uang untuk memenuhi kebutuhan merupakan sebuah ikhtiar yang diwajibkan oleh agama dalam menjalani kehidupan duniawi! sebenarnya tidak harus adu argumen tingkat tinggi dengan pengikut gerakan-gerakan radikal , toh pada kenyataan nya tingkat pemahaman agama mereka juga sedang-sedang saja.
2. Ibu yang melahirkan
Bagi kaum ibu yang sudah merasakan perjuangan dalam melahirkan , pasti akan mengetahui rasanya antara hidup dan mati disaat menanti kelahiran sang buah hati! bahkan tidak sedikit ibu-ibu yang mengalami kematian yang disebabkan satu dan dua hal menurut ilmu medis dan lain sebagainya
3. Pelajar yang menuntut ilmu
seorang siswa/mahasiswa yang sedang sekolah dan kuliah juga termasuk jihad karena merupakan sebuah kewajiban bagi siapapun untuk menuntut ilmu yang sesuai dengan ajaran agama khususnya dalam ajaran islam yang tertuang dalam berbagai hadist dan Qur’an
4.  Melawan hawa nafsu
Bagi kaum muslim yang baru saja menyelesaikan bulan ramadhan , sebenarnya termasuk kriteria Jihad karena melakukan puasa yang pada dasarnya melawan hawa nafsu baik secara lahir maupun bathin. tapi tidak sebatas itu , tapi mencakup banyak hal lain nya yang dimana tidak bisa dijelaskan semuanya disini karena keterbatasan penulis
5. seorang guru yang menyebarkan ilmu yang bermanfaat
Hal ini tidak selalu identik dengan guru agama/ ulama yang menerangkan ilmu agama , melainkan juga untuk para guru-guru di sekolah pada umumnya. bahkan bagi kita semua disaat memberikan pencerahan dan wawasan yang baik serta benar. sehingga yang mendengarkan atau mengikuti mendapatkan sesuatu yang bermanfaat pada kehidupan
6. Mendidik keturunan ( anak-anak )
Mengajarkan budi pekerti,moral serta berbagai keahlian untuk anak-anak termasuk sebuah ibadah yang bernilai jihad/perjuangan dalam mewujudkan generasi yang jauh lebih baik untuk masa depan.
7.  beramal harta
Jika seseorang memiliki kemampuan materi yang berlebih, kemudian menyumbangkan kepada yang membutuhkan seperti fakir miskin, yatim piatu, menyumbang tempat ibadah yang sedang dibangun dan juga lain sebagainya.. merupakan sebuah perjuangan yang sesuai dengan tuntunan agama
8. Berperang
Untuk jihad berperang harus patuh dan tunduk kepada aturan-aturan negara , karena mencintai negara merupakan bagian dari iman. misalkan Indonesia mendapatkan ancaman dari negara lain kemudian pemerintah meminta para pemuda untuk ikut barisan membela di medan pertempuran , maka hal itu hukumnya wajib! dan khusus untuk ini , bagi para prajurit POLRI DAN TNI (khususnya muslim ) yang sedang menjaga HANKAM termasuk pada Jihad..
Jika ada seseorang yang sedang menjalani salah satu atau sebagian dari kriteria diatas mengalami kematian/meninggal /gugur di perjuangan nya, maka dapat dipastikan seseorang itu termasuk ahli surga yang dijanjikan oleh-NYA… ( wallahualam bishawab )
==========================
Gerakan radikal yang selama ini terjadi sebenarnya bukan ajaran agama , melainkan hanya kumpulan manusia-manusia yang putus asa dalam menjalani kehidupan!! Sehingga mengambil jalan pintas ingin mengakhiri hidup dengan singkat dan secepatnya..
“khusus untuk ISIS : MEREKA BUKANLAH ISLAM “
Saya sangat berharap semoga jangan lagi ada yang mengatakan mereka ialah perjuangan Islam, karena mereka sudah sesat dan menyesatkan para kaum muslim yang masih rendah ilmu pengetahuan nya. sehingga dicekoki dengan doktrin-doktrin yang menyimpang oleh para tokoh-tokoh utamanya!
mengapa dalam artikel ini tidak saya sertakan satupun dalil-dalil agama ? karena dalam menyertakan satu ayat sebenarnya kita juga harus terlebih dahulu mendalami dan memahaminya, karena satu ayat bisa memiliki multitafsir yang hanya bisa dimengerti dan diterangkan para ulama kepada umat… jangan samakan dengan menempatkan pasal-pasal yang ada di UUD 1945 yang bersifat baku dan kaku serta banyak kekurangan yang harus di revisi !
Kitab suci merupakan ayat yang tersurat sedangkan ayat yang tersirat ialah hamparan alam semesta yang dimana setiap manusia pun tidak akan pernah bisa menterjemahkan sampai hari akhir.kecuali para nabi dan rasul yang terpilih oleh-NYA yang dimana selanjutnya diteruskan oleh para pewaris nabi. Maka dari itu dikarenakan keterbatasan dan setitik ilmu yang dimiliki , saya tidak berani menyertakan satu dalil pun, karena berpedoman bahwa Islam ialah RAHMATAN LIL ALAMIN ( bukan untuk satu golongan tapi untuk semua yang berada dibumi dan dilangit )
Pancasila sama sekali tidak menyimpang dari ajaran syariat Islam, jangan terlalu taklid buta dalam menerima keterangan dari seseorang yang mengaku ulama ( palsu )!! perhatikan saja satu demi satu dari lima sila itu , mana yang bertolak belakang ??
  1. ketuhanan yang maha esa

  2. kemanusian yang adil dan beradab

  3. persatuan Indonesia

  4. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan

  5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Secara sistem Pancasila sudah tepat dan benar karena Indonesia terdiri dari banyak golongan, suku , agama dan ras , akan tetapi yang jadi permasalahan mungkin ada benarnya belum di aplikasikan secara total terutama oleh oknum-oknum  para penyelenggara negara! Bisa dikatakan banyak penyimpangan yang terjadi khususnya untuk korupsi yang merajalela sehingga rakyat secara langsung dan tidak langsung merasakan penderitaan
==================
Note : jika ada kebenaran semata-mata datang dari-NYA , sedangkan jika ada kesalahan ialah sepenuhnya datang dari penulis yang manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan dosa. Semoga ada yang berkenan meluruskan atau memperbaiki. Wassalam

Jadikan Sains sebagai Panduan, Buang Agama (Catatan Kecil untuk Karya Ioanes Rakhmat “Beragama dalam Era Sains)


Ioanes Rakhmat adalah satu dari sedikit penulis serius, pakar yang berwibawa, filsuf yang gelisah sekaligus guru yang tulus, yang dimiliki negeri ini. Karya-karyanya menggetarkan. Ia mencari pengetahuan langsung pada sumbernya. Ia memaparkan fenomena apa adanya. Ia tidak menyembunyikan maksud apapun dalam kesimpulan-kesimpulan yang diambilnya. Paling tidak, itulah yang tergambar dalam karya mutakhirnya “Beragama dalam Era Sains Modern”.

Buku setebal 499 halaman itu adalah karya paling mengasyikan, paling indah,sekaligus paling menantang.Ia mengasyikan karena berisi pertanyaan-pertanyaan paling tua tentang pengetahuan dan keyakinan. Ia mengasyikan karena memuat fakta dan temuan teranyar ilmu pengetahuan. Ia menantang karena mengajak orang beragama untuk keluar dari benteng iman.

Meski terdiri dari 14 Bab, sebenarnya, pilar utama buku Beragama dalam Era Sains Modern hanya dua. Pertama, Bab 4 yang membahas eksistensi Allah, Hakikat jagad raya dan Hakikat Manusia. Kedua, Bab 5 yang membahas Pengalaman-pengalaman Spiritual ditinjau dari Neurosains. Pada kedua bab itu, terletak dua pertanyaan, sekaligus dua jawaban serius. Pertanyaan pertama, apakah Allah sebagai sumber semua bentuk kehidupan dapat dipertahankan sebagai tesis yang benar?(h.123) Pertanyaan kedua, apakah pengalaman spiritual bukanlah bagian dari pengalaman dekat kematian?(h.176). Jawaban atas kedua pertanyaan itu disajikan dengan penuh pesona oleh Rakhmat, sebelum menutup bukunya dengan “hiburan kecil” bagi para agamawan dengan bab berjudul “Menuju Spiritual Saintifik”.

Diantara takzim menikmati dua pertanyaan dasar Rakhmat, terselip dua butir kegelisahan yang mengkristal dalam catatan pendek ini. Pertama, teori evolusi adalah benar. Kedua, Allah sebagai ukuran kebenaran adalah absurd.

Karena teori evolusi benar, patut diterima bahwa manusia proses perjalanan panjang kehidupan. Berawal dari bentuk kehidupan bersel tuggal yang disebut arkhea, sebuah perjalanan kehidupan semesta telah membentuk ras homo sapiens yang kini menguasai bumi.
Selanjutnya, karena Allah sebagai kebenaran agama adalah absurd, maka orang beragama tidak pantas lagi memegang keyakinannya. Keyakinan agama adalah keyakinan kosong. Keyakinan tanpa bukti. Terkadang memalukan. Tetapi lebih sering kekanak-kanakan.

Baik sekali jika kedua preposisi di atas diterima sebagai benar. Setelah benar, kebenaran itu, mengikuti cara pengetahuan harus diuji dan disediakan bukti. Karena semua bukti sudah disediakan ilmu pengetahuan, maka mereka di luar kalangan ilmu pengetahuan sekarang bertanya. Jika hukum evolusi adalah benar, maka (1) evolusi tidak berhenti, dan (2) evolusi tidak hanya gejala alamiah planet bumi.

Dalam hal evolusi tidak berhenti, maka tidak ada satu pun bentuk kehidupan bersifat tetap. Tidak ada kupu-kupu yang tetap bentuknya. Tidak ada kerbau yang tetap bentuknya. Juga tidak ada homo sapiens yang tetap. Dalam hal ini konsistensi preposisi diuji. Sayangnya, para ilmuan, berupaya keras untuk menjaga bagian-bagian permanen dari evolusi. Teori pembawa keturunan yang dikonstruksikan Dawkins terkesan lebih sebagai paksaan yang merusak kebenaran dan konsistensi evolusi. Teori pembawa keturunan adalah penyangkalan evolusi atas dirinya sendiri.

Dalam hal evolusi tidak hanya gejala alamiah planet bumi, evolusi seharusnya juga terjadi di seluruh semesta. Itu artinya, planet berevolusi, asteroid berevolusi, galaksi berevolusi, juga jagad raya berevolusi. Ketika homo sapiens melalui evolusi di bumi, bumi pun sedang berevolusi dalam bima sakti, bima sakti sedang berevolusi dalam jagad semesta, dan jagad semesta itu sendiri berevolusi. Tidak ada yang permanen. Tidak ada yang diam. Semua bergerak. Persis seperti ungkapan Heraeklitos : “you can never step into the same river twice.”

Kedua prinsip dasar ini menjadi menarik manakala dihubungkan dengan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jika evolusi tidak berhenti, maka tidak ada pengetahuan definitif. Semua yang ada tentang pengetahuan hasil kerja metode ilmiah hanyalah hipotesa belaka. Hipotesa yang diperkuat oleh hipotesa yang lain: semesta itu berevolusi. Betapa indahnya.

Melangkah kini pada persoalan berikut: Allah sebagai sumber kebenaran agama adalah absurd. Baiklah. Jadi kebenaran apa yang akan diacu sekarang? Jawabannya: pengetahuan. Oke. Tentu itu melegakan. Karena setidaknya, manusia memiliki kepastian tentang kebenaran. Itu melegakan. Meskipun melegakan itu pada hakekatnya mekanistis. Apa alasannya kebenaran pengetahuan dapat diacu dan dipercaya? Karena apa yang dicari, dapat ditemui dibuktikan. Contohnya, jika dikatakan air adalah benda cair, maka dapat ditunjukkan bukti benda cair yang bernama air.

Kebenaran pengetahuan semakin kokoh karena memiliki kepastian. Contohnya? Lihat matematika. Jika 1 ditambah 1, hasilnya adalah 2. Lihatlah konstanta fisika. Dalam satu detik cahaya merambat sejauh 299.792.453 meter. Semua terukur. Semua dapat dibuktikan. Bukankah itu mendamaikan?

Tentu saja mendamaikan. Namun untuk memperkokoh keyakinan, ijinkan sebuah pertanyaan kecil dihadirkan. Pertanyaan kecil itu adalah: mengapa orang harus yakin pada angka 1, angka 2, angka 3 dan seterusnya? Mengapa angka-angka itu harus diterima sebagai benar? Mengapa 1 ditambah 1 tidak bisa 3?

Tentu tidak bisa. Matematika adalah ilmu pasti. Ilmu yang absolut nilainya.
Mengapa harus pasti? Mengapa harus absolut?
Karena dibutuhkan patokan ukuran absolut. Sesuatu yang bersifat tetap. Pasti.
Sebentar. Matematika butuh ketetapan?

Butuh kepastian?

Tidakkah itu terdengar seperti sebuah dogma?

Kepastian dan kebenaran matematika terlihat sama seperti agama menjadikan Tuhan, Allah, atau apa saja sebutannya sebagai yang-tetap, yang-benar, dan yang-absolut.

Jika ilmu pengetahuan meminta agama menyingkirkan Allah sebagai kebenaran tertinggi dan absolut, maka ilmu pengetahuan juga harus konsisten untuk menjadikan sikap skeptis itu pada perangkat ilmu pengetahuan sendiri. Matematika dan nilai-nilainya serta rumus-rumusnya tentu juga tidak harus didefinisikan sebagai tetap, benar dan absolut.

Jika orang beragama membuang kebenaran absolut Allah, ilmuan harus membuang kebenaran absolut matematika. Karena sejatinya, semesta ini berevolusi, tidak ada yang tetap, juga tidak ada ketetapan itu sendiri.
Selamat merenung.

Sabar Tak Berbatas


Seorang teman yang sedang bermasalah berat bertanya putus asa kepada saya, sampai kapan dia harus bersabar, sampai kapan.

Keputusasaan dan kesabaran itu memang bagai ombak-ombak yang saling berkejaran dan saling ingin menguasai. Tapi keputusasaan akan membawa kita pada kekalahan dan kematian, sedangkan kesabaran akan bermuara pada kemenangan dan kehidupan.

Tapi kesabaran jelas tak boleh berdiri sendiri, tapi harus didampingi kecerdasan dan ketepatan dalam bertindak, jika orang yang sabar mau menang dengan bermartabat.

Kesabaran itu sangat luas, lebih luas dari bentangan langit yang menyelubungi jagat raya yang maha luas dan penuh rahasia.

Kesabaran itu bak seekor burung pipit yang tekun dan gigih mencongkel gunung secuil demi secuil dengan paruhnya yang mungil untuk memindahkannya.

Jangan lupa, kesabaran itu juga penderitaan karena menuntut orang yang sabar berkorban banyak hal: perasaannya, waktunya, hartanya, pikirannya. Tapi kesabaran itu juga sebuah kebajikan, karena lewat kesabaran, ketekunan dan kegigihan, akhirnya akan dihasilkan banyak hal yang baik bagi dunia.

Dan kesabaran itu juga sebuah tantangan kepada orang lain karena lewat kesabaran, kita memberi waktu yang cukup kepada orang lain untuk berpikir dan mengevaluasi diri mereka.

Kesabaran juga sebuah strategi, karena sementara kita bersabar, kita memiliki kesempatan luas untuk mengevaluasi semua tindakan kita sebelumnya dan membangun rencana-rencana matang untuk kita laksanakan di depan. Kesabaran itu tidak pasif, tapi aktif, sebab sementara kita bersabar, kita juga aktif mengatur strategi dengan matang untuk bertindak ke depan.

Kesabaran itu natural, bagai buah matang dan lengkap di pohon, bukan matang karbitan. Orang yang sabar tahu kapan harus bertindak tepat, taktis, efektif, seperti sebuah mangga tahu kapan harus menjatuhkan diri dari pohonnya karena sudah matang.

Orang-orang yang bersabar dengan benar, akan bisa mengubah lingkungan mereka, karena para penyabar semacam ini mempunyai visi dan misi yang layak didukung.

Orang-orang yang bersabar dengan benar, demi kesabaran, pantang menghalalkan kekerasan atas nama apapun untuk menggolkan tujuan-tujuan mereka.

Para pejuang yang sabar, sadar sesadar-sadarnya bahwa ada dunia luas di belakang mereka yang perlu diajak dan dilibatkan dalam perjuangan mereka.

Kalau kepada saya ditanyakan, siapakah orang sabar masa kini yang patut kita teladani? Saya akan menunjuk Dalai Lama. Beliau sudah melampaui keberagamaan, dan sedang memasuki kawasan kemanusiaan yang tercerahkan.

Kalau saya ditanya, profesi apakah yang paling menuntut kesabaran? Saya akan menunjuk, pertama, para pejuang hak-hak kemanusiaan, lalu para saintis.

Bagaimana dengan profesi sebagai agamawan?

Waspadalah, sekarang ini ada agama-agama yang potensial membuat anda tidak menjadi orang yang sabar, tapi orang yang beringas dan kejam.

Jika ada agama-agama yang akan menjadikan anda para penyabar yang penuh kebajikan dan cinta, rangkul agama-agama itu, karena Tuhan ada di situ.

Tuhan itu bukan doktrin dan bukan agama, tetapi kata kerja mencintai dan berbuat bajik.

Siapapun yang mencintai dan melakukan kebajikan, dia orang yang bertuhan sekalipun tidak beragama. Rakhmat II

Proses Spiritual & Meyakini keberadaan tuhan


Sains fisika quantum memudahkan kita untuk meyakini keberadaan Tuhan: "If the human mind transcends matter to some extent, could there not exist minds that transcend the physical universe altogether? And might there not even exist an ultimate Mind?"

Pernahkah Anda mengagumi seseorang yang menikmati proses hidup karena dia mampu menjalani aktivitas sehari-hari? Orang seperti itu seringkali membawa petualangan yang menarik dan kreatif dalam perjalanan hidupnya. Seringkali, ia bersikap percaya diri, antusias, dan bahagia; biasanya orang yang demikian berhasil dalam memancarkan aura vitalitas dengan enerjik.

Mengamati dan berhubungan dekat dengan orang-orang semacam ini dapat diketahui bahwa ia juga bisa membuat kesalahan. Namun, orang seperti ini akan cepat belajar dari keberhasilan dan kesalahan sekaligus. Beberapa dari pengalaman ini mungkin telah membuka pintu untuk penemuan ke alam spiritual. Kadang-kadang sesuatu yang ajaib terjadi! Ia telah belajar dari proses hidup yang lebih besar—proses spiritual—yang mengubah cara merespon dunia di sekitarnya. Norvin McGranahan berkata, “Ketika seorang manusia mulai memahami dirinya sendiri, ia mulai hidup. Ketika ia mulai hidup, ia mulai memahami sesama manusia”.

Memanfaatkan alat-alat spiritual dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan suatu sistem yang menguntungkan untuk mencari, mengembangkan, dan menjalani tujuan. Hukum kehidupan dan prinsip-prinsip universal merupakan pola mulia dari ekspresi spiritual yang dicitak-citakan manusia. Hukum kehidupan merupakan prinsip-prinsip universal dari “dunia tak terlihat” yang dapat dijelaskan dan diuji dengan pemeriksaan yang luas dan ketat terhadap perilaku manusia.

 Hukum ini beroperasi tanpa bias atau prasangka dan bekerja untuk kebaikan tertinggi dari semua kebaikan yang ada. Hukum ini menyediakan peta spiritual yang efektif, kita dapat mengandalkannya karena ia bersifat konstan. Intinya hukum ini berlaku! Prinsip-prinsip ini memberikan proses pertumbuhan dan penemuan spiritual yang dapat dipercaya dan diandalkan! Selanjutnya terserah kepada Anda untuk memutuskan mau atau tidaknya mempelajari lebih lanjut tentang alat-alat berharga ini.

“Buta Terburuk Adalah Buta Politik"


Saat anda melihat seorang petinju berbadan besar sedang memukuli seorang anak kecil, anda tidak bisa berdiri pasif menonton saja, dengan dalih anda ingin netral. Jika anda seorang yang sehat jasmaniah dan rohaniah, anda harus memihak ke si anak, harus menolongnya, dan melawan si petinju, dengan mempertaruhkan nyawa anda sendiri. Jika anda bersikap netral, dan hanya melihat saja kebrutalan ini, itu berarti anda memihak si petinju keji itu dan mendukungnya untuk membunuh si anak. Pada dasarnya hal ini berarti anda sama dengan si pembunuh.

Renungkan ucapan ini, "Tragedi terburuk bukanlah penindasan dan kekejian orang jahat, tetapi didiamkannya hal itu oleh orang baik" (Marthin Luther King, Jr).

Begitu juga dalam dunia politik. Dalam politik anda sebagai orang baik harus memihak, tidak bisa netral. Saya memihak kejujuran, kebenaran, keadilan, integritas dan martabat. Politik saya politik cinta kasih. Cinta dalam konteks dunia politik adalah cinta yang kritis, bukan syahwat hewani yang tak terkontrol.

Saat anda melihat dan merasakan begitu kuatnya politik kebencian dan kebohongan dijalankan di negeri ini sampai-sampai para pembela politik cinta kasih dan kejujuran terdesak dan menjadi korban-korban tak bersalah, anda tidak bisa berdiri netral. Anda harus memihak, membela dan mendukung para pembela politik cinta kasih dan kejujuran.

Renungkanlah dalam-dalam apa yang dikatakan pujangga dan dramawan Jerman yang terkenal Bertolt Brecht (1898-1956) bahwa “buta terburuk adalah buta politik". Orang yang semacam ini tidak mendengar apapun, tidak melihat apapun, tidak mengatakan apapun, dan tidak berpartisipasi dalam kehidupan politik. Tampaknya dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang-kacangan, harga ikan, harga terigu, besarnya biaya sewa, harga sepatu dan obat-obatan, semuanya bergantung pada keputusan-keputusan politik. Dia bahkan membanggakan kebodohan politisnya dan dengan membusungkan dada berkoar bahwa dia membenci politik. Si pandir ini tidak tahu bahwa dari keengganannya berpolitik lahir para pelacur, anak terlantar, dan para perampok yang terburuk: para politikus busuk dan korup, dan antek-antek perusahaan-perusahaan multinasional yang telah mengeruk habis kekayaan negara.”

Karena itu, mari kita maju bersama, ambil bagian dalam kehidupan politik bangsa kita, kendatipun kita harus berat mendaki.

HATI-HATI, JANGAN KITA JATUH KE DALAM DENIALISME


Denial adalah sebuah istilah psikologi yang dikenakan pada seseorang yang menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang menyakitkan dirinya atau yang tak sejalan dengan keyakinan-keyakinan dan pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seseorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari realitas kehidupan, dan orang ini nyaris tidak lagi mampu keluar dari cengkeramannya. Orang ini hidup dalam ilusi dan delusi. Mereka lebih suka memilih menyerang orang lain dengan membabi-buta, alih-alih memeriksa diri sendiri dan kelompoknya.

Denialisme khususnya sangat kuat menguasai orang beragama dalam zaman modern ini, ketika banyak klaim keagamaan tak sejalan lagi dengan fakta-fakta objektif dalam masyarakat atau fakta-fakta sains, yakni fakta-fakta apapun yang diungkap dan dibeberkan lewat metodologi saintifik.

Ketimbang dengan terbuka menerima fakta-fakta objektif dalam masyarakat dan fakta-fakta sains, dan meninjau kembali keyakinan-keyakinan keagamaan mereka, orang beragama memilih denial.

Pertanyaannya: Mengapa orang beragama memilih denial dengan sadar, ketimbang menerima fakta-fakta dengan terbuka?

Indoktrinasi kuat doktrin-doktrin keagamaan yang sudah dialami sejak kecil adalah salah satu penyebab denial pada orang beragama yang sudah dewasa. Sejak kecil, orang beragama apapun sudah diindoktrinasi dengan kepercayaan-kepercayaan bahwa agama mereka adalah agama yang paling sempurna dan tak bisa salah selamanya. Agama-agama lain bercacat dan salah semua. Indoktrinasi ini menyebabkan mereka tidak bisa menerima fakta-fakta bahwa setiap agama apapun selalu punya kekurangan dan keterbatasan, bahkan bisa tidak relevan lagi dalam dunia modern. Tidak banyak orang beragama yang sudah dewasa yang bisa keluar dari penjara doktrin yang sudah ditanamkan kuat-kuat dalam pikiran mereka sejak kecil. Hanya segelintir!

Agama dengan kuat juga membentuk identitas seseorang, khususnya dalam masyarakat tradisional. Keluar dari agama, berarti kehilangan identitas, dan kehilangan identitas sama artinya dengan dicabutnya kemanusiaan seseorang. Agama sebagai identitas yang harus dipertahankan, juga salah satu penyebab denial dalam diri orang beragama.

Agama bukan saja membentuk identitas pribadi seseorang, tapi juga identitas komunal, yang harus dijaga dan dipertahankan, apapun juga taruhannya, termasuk menindas kelompok-kelompok lain yang tidak sejalan atau yang berbeda keyakinan. Demi tetap setia pada identitas komunal ini, atau demi solidaritas komunal, seorang beragama yang sudah dewasa dapat terpaksa melakukan denial atas fakta-fakta nyata yang sebagian besar orang ketahui dan akui, misalnya fakta bahwa kelompok-kelompok lain yang berbeda adalah juga sesama warganegara dan sesama manusia, yang juga berhak hidup dengan bebas.

Denial dilakukan bukan saja karena seseorang mau tetap setia pada identitas komunal, tapi juga karena komunitasnya mengontrolnya dengan kuat. Ketimbang menolak dan melawan kontrol kuat komunitasnya atas dirinya, yang akan berakibat fatal bagi kehidupannya, seorang beragama lebih memilih hidup aman dengan melakukan denial. Dalam konteks ini, memilih hidup aman dan melakukan denial, dan takluk total pada komunitas pengontrol, ketimbang membuka diri pada fakta dan berani berbeda dari komunitas, adalah suatu keputusan politis individual seorang beragama, yang dengan sadar diambilnya, meskipun hati nuraninya mungkin menentang keputusannya ini.

Agama adalah politik, karena setiap agama, baik agama kaum minoritas maupun agama kaum mayoritas, adalah sebuah pranata sosial yang ingin mengatur dan mengendalikan masyarakat ke arah tujuan-tujuan yang diatur dalam kitab suci ataupun yang digariskan para pemimpin umat. Orang yang mengklaim bahwa agamanya hanya bergerak di bidang kerohanian saja dan disiarkan untuk membawa orang ke surga after death, sangat tidak jujur, atau mungkin naif, sebab dia tidak menyadari bahwa di ujung setiap kegiatan siar agama yang sukses menunggu persoalan politik yang besar: bagaimana mengatur masyarakat yang telah dikuasai suatu agama, dengan menenggelamkan agama-agama lain yang sudah ada sebelumnya. Nah, telah banyak terjadi, demi mempertahankan dan menggolkan tujuan dan kepentingan politik agama mereka, kaum agamawan lebih memilih melakukan denial, ketimbang menerima fakta-fakta yang tak sejalan dengan kepentingan politik mereka.

Jangan dilupakan, agama juga adalah bisnis, yang darinya orang menerima manfaat-manfaat dan keuntungan-keuntungan ekonomi, besar atau kecil. Meragukan agama sendiri, apalagi meninggalkannya, akan dapat berdampak fatal pada kehidupan ekonomi seorang beragama. Dapat terjadi, alih-alih menjadi tuan atas uang, para agamawan lebih cenderung memilih untuk menjadi hamba uang. Demi mendapatkan dan mempertahankan keuntungan-keuntungan ekonomi, apalagi keuntungan ekonomi yang besar yang diberikan agamanya, seorang beragama jelas akan memilih denial ketimbang bersikap kritis pada agamanya atau terbuka pada fakta-fakta sosial dalam masyarakatnya.

Jangan juga dilupakan, denial dilakukan orang beragama karena si agamawan ini tidak/kurang memiliki ilmu pengetahuan, sehingga buta pada fakta-fakta. Ketimbang berlelah-lelah mempelajari sains terus-menerus yang membuat orang dapat berpandangan makin jauh dan luas dan mengenal fakta-fakta dengan objektif, seorang agamawan umumnya lebih suka melakukan denial atas semua fakta sains, denial yang dilakukannya dengan berlindung pada teks-teks suci yang tak pernah dengan kritis dipertanyakan kebenarannya olehnya.

Selain memberi identitas dan manfaat ekonomi, agama juga dalam batas-batas tertentu memberi rasa aman dan rasa tenteram lewat janji-janji tertentu yang diberikannya, misalnya janji hidup akan diberkati dan berkelimpahan dan selalu sukses, atau janji akan masuk surga dan menerima pahala besar setelah kematian. Mereka yakin sekali bahwa “there is a pie in the sky if we die!” Meskipun rasa aman dan tenteram ini seringkali terbukti palsu dan meninabobokan orang, dan hujan duit dari langit tidak kunjung turun, seorang beragama lebih memilih melakukan denial atas fakta-fakta, ketimbang kehilangan rasa aman dan rasa tenteram ini. Setuju atau tidak setuju, benarlah apa yang pernah dikatakan bahwa agama adalah sejenis narkotik yang mampu mencandu dan membius orang.

Fanatisme yang terbangun dalam mental si agamawan lewat indoktrinasi sejak kecil, juga harus ditunjuk sebagai penyebab denial dalam dirinya. Semakin seseorang committed dan fanatic pada agamanya, semakin banyak denial yang dilakukannya, alhasil semakin menjauhkannya dari realitas objektif.

Sumber utama denialisme adalah fanatisme buta yang menutup orang dari pengetahuan objektif mengenai berbagai realitas kehidupan, dari hati nurani yang tulus dan cerdas, dan dari martabat diri yang semustinya dijaga setiap orang yang sadar. Denialisme karena fanatisme sempit dan picik tumbuh bukan saja dalam dunia agama-agama, tapi juga dalam dunia ideologi-ideologi dunia. Seseorang memilih untuk melakukan denialisme bukan hanya karena dia mau membela dengan membuta agamanya sendiri, tetapi juga karena mau membela habis-habisan partai politiknya sendiri, aliran ideologisnya, atau sistem ekonominya sendiri (entah kapitalisme atau sosialisme, dll), atau apapun yang berhubungan dengan ide-ide lain yang diabsolutkannya sehingga menjadi ide-ide yang bantut dan tertutup.

Dalam dunia politik, apalagi jika orang mencari duit di dunia ini, denialisme akan membuat siapapun membutakan diri terhadap fakta-fakta objektif yang dikuak oleh ilmu pengetahuan mengenai banyak hal: rekam jejak sejarah kehidupan sang tokoh pemimpin yang diidolakan, ideologi politis separatis yang dibela, partai-partai dan kelompok-kelompok yang menjadi mitra koalisinya, kampanye-kampanye hitam yang mempermainkan berbagai isu SARA, serangan politik uang, keutuhan negara sendiri, perilaku anti-toleransi, kasus-kasus KKN, dan banyak lagi.

Hanya orang yang melihat hidup beragama sebagai hidup dalam suatu ziarah yang belum selesai, dan yang terus-menerus membuka diri pada berbagai kemungkinan baru di masa depan, kemungkinan-kemungkinan baru yang juga ditawarkan sains modern, dan menempatkan kejujuran dan kemanusiaan jauh di atas agamanya, akan bisa luput dari kekuatan denialisme, yang setiap saat bisa mendatangi dan mengancamnya. Hanya jika orang sudah bisa berpindah dari kesadaran naif dan picik, masuk ke kesadaran kritis dan membebaskan, dalam hubungan dirinya dengan dunia ide-ide apapun, akan dapat lepas dari denialisme lalu akan dapat hidup dengan autentik dan bermarwah. Di tangan orang-orang semacam inilah agama dan politik dan ide-ide besar akan memberi manfaat besar bagi umat manusia.

Poin terakhir ini sangat penting. Supaya dalam segala hal anda tidak terjatuh ke dalam denialisme, ujilah setiap fenomena lewat tiga sarana.

Pertama, pakailah sarana ilmu pengetahuan saat anda mau mengetahui mana fakta dan mana fiksi, mana sejarah dan mana mitos, dan dengan landasan ilmu pengetahuan ambillah fakta dan buanglah fiksi, raihlah sejarah dan singkirkan mitos.

Kedua, pakailah sarana hati nurani yang jujur dan cerdas dalam anda menjatuhkan pilihan saat anda berhadapan dengan kebenaran atau kebohongan, kebaikan atau keburukan. Hati nurani dapat diandalkan sejauh menerima masukan tentang berbagai hal dari ilmu pengetahuan.

Ketiga, jadikanlah martabat diri anda sebagai fondasi moral saat anda harus memilih apapun, alhasil anda tidak akan menjual diri anda berapapun harga yang ditawarkan. Dengan mempertahankan martabat atau marwah diri anda, anda akan selalu bisa menjadi seorang mahatma.

Mari kita keluar dari denialisme, jangan biarkan diri kita terus dipenjara olehnya, supaya kita bisa menyumbang sesuatu yang bermakna buat dunia ini, buat ilmu pengetahuan, buat agama-agama, buat ide-ide besar, dan buat kemanusiaan global.



Jawaban dari postingan teka-teki : 

kasus 1 thomas 
V kurangi 2 jdi T
J kurangi 2 jdi H
17 kurangi 2 jdi 15. Hruf ke-15 adl O
O kurangi 2 jdi M
3 kurangi 2 jdi 1. Hruf ke-1 adl A
U kurangi 2 jdi S



kasus 2 :
pelakunya adalah orang ke-3, yang bilang : "Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut"
karna ceritanya adalah pada tanggal 5 april 2010,
dan kematian korban adalah 22 jam sebelumnya, berarti pada tgl 4 april 2010.
setelah gw cek kalender di hp gw , ternyata tgl 4 april 2010 adalah hari minggu. dengan kata lain adalah hari libur. 
dia bilang menjemput anaknya pulang sekolah, berarti dia bohong.
otomatis dia pelakunya... ^^

kasus 3 :
first 5, angka 5 adalah jenis angka yg ada di bigben
berarti angka lima romawi, yaitu V
jadi huruf pertama nama pelaku adalah V. hmm

" SECOND ASDFGHJK"Dan Tulisan "QWERTY"
qwerty, berarti petunjuknya adalah huruf2 di keyboard
SECOND ASDFGHJK, kayaknya ini petunjuk huruf kedua nama pelaku (second).
ASDFGHJK, adalah huruf dalam satu baris keyboard, tapi ada satu huruf yg ketinggalan yaitu L,
brrti huruf kedua adalah L
cocok!
jadi pelakunya adalah VLadimir

kasus 4 :jelas keliatan si tomy pelakunya
keliatan bohongnya..
mana bisa menyelipkan sesuatu antara halaman 185 dan 186..
dimana mana halaman 185 dan 186 adalah berkebalikan,,, halaman 186 terletak dibalik halaman 185
kasus 5 :
Inisial sweetheart..
tp ternyata emg benar..
liat baik2:

Salamku buat ayah
Waktuku telah tiba untuk “diE”
Emang dunia ini penuh angkara murkA
Enggak.. Aku ngga bisa bersikap tegaR
Titik darahku sudah habis, untuk mengakhiri riwayaT 

perhatikan huruf awal dan huruf terakhir setiap baris dari pesan tersebut. :v
jika digabung jadi SWEET HEART, SWEET (huruf awal), HEART (huruf akhir)

kasus 6 :
akan mancuri gold di london
dri kode akan di dapat LONGOLDDON
buang GOLD jdi LONDON

kasus 7 orang 2
memakai jas peraksementara perak dlam kimia memiliki nomor atom 47

Kasus 8. arti dari segitiga - lingkaran - segi empat adalah "304"...
dan 10-21-12-9-1-14 berarti... "JULIAN"
tersangka adalah penghuni kamar 304 bernama JULIAN....

kasus :

perampoknya adalah orang yg ada di mesjid..soalnya dia bohong.
karna dia bilang arah kiblat adalah ke arah barat, padahal ceritanya lagi berada di rusia.. 
rusia letaknya di utara mekkah, berarti kiblat dari rusia adalah ke selatan, bukan ke barat..

kasus 10 :
pelakunya adalah orang ke 4,,
yang mengatakan: "Saya sudah tiga hari berkemah dekat pantai dan tidak mendekati hotel itu. Itu dia kemah saya. Saya sudah insyaf, pak."

gimana caranya dia udah berkemah tiga hari dekat pantai , padahal kemarin dan lusa kemarin terjadi badai yang hampir menenggelamkan sebuah kapal. 
gak mgkin kan.
jelas dia berbohong.l

kasus ke 11:
hmm pelakunya Belluga Ocean Wendell
nama belakangnya serupa dgn nama korban yaitu wendell, krna itulah korban megang tag namanya, sebagai pemberitahuan kalo pelakunya dgn nama yg sama.

Tangan kiri korban membentuk angka 2 dan jatuh tepat diatas genangan air dari sebuah akuarium yang telah pecah akibat tertarik.

ngomong2 soal air, itu sangat berkaitan dengan kata "ocean"
hmm mgkin krna itulah tangannya membentuk angka 2, krna "ocean" adalah kata kedua dari nama si pelaku.

kasus 12 :kasus 12 Kira disesuaikan ke angka jam
jujur, kasus ini yang paling menyita waktu gw untuk berpikir, ampe coret2 segala di kertas xD, smbil nyari petunjuk.
dan ternyata hasil coret2 gw membuahkan hasil..
sebelumnya gw udah berusaha menghubung2kan kode angka tersebut dengan para tersangka..

ternyata kode itu sangat cocok dengan KIRA , keponakan korban.
clue nya adalah karna dia seorang penyuka jam, mempunyai banyak koleksi jam.

ini kodenya:
0 12 0 6 0 2 0 5
12 0 6
12 2 12 0 2 0 5 0 6
9 3 12 9

0 12 0 6 0 2 0 5 : coba buat garis dari angka2 tersebut, dgn garisnya sebagai jarum jam, angka 0 adalah pusat jarum
jadi jarumnya ada di angka 12, lalu kembali kepusat, dan tarik lg garis ke arah jam 6, balik lg kepusat,,lalu tarik ke arah jam 2,, balik lagi kepusat, lalu tarik ke arah jam 5..
dari situ akan terbentuk huruf K (huruf awal nama pelaku)

12 0 6 : hurufnya jelas keliatan cuma satu garis yaitu huruf I

12 2 12 0 2 0 5 0 6 : disini masing2 angka tidak selalu di barengi dengan angka 0, itu artinya setelah garis dibikin tidak kembali ke pusat, melainkan lgsung menuju arah jam selanjutnya.
coba bikin sendiri pergerakan arah jarum jamnya, pasti akan membentuk huruf R

9 3 12 9 : dari pergerakan garisnya terhadap arah jam, maka angka-angka ini akan membentuk segitiga. segitiga identik dengan huruf A

jika digabung semuanya menjadi K I R A :) si penyuka jam.
sesuai clue si korban, kalo kodenya sangat mendarah daging dgn si pelaku, yaitu berhubungan dengan jam ^^

Selasa, 12 Agustus 2014

Satrio Piningit


Satria Piningit Raja Yang Adil

1 Sesungguhnya, Satria Piningit seorang Raja yang memerintah menurut kebenaran, dan Pemimpin yang memimpin menurut keadilan,
2 dan mereka masing-masing seperti berada di tempat perteduhan terhadap angin dan tempat perlindungan terhadap angin ribut, seperti aliran-aliran air di tempat kering, seperti naungan batu yang besar, di tanah yang tandus.
3 Mata orang-orang yang melihat tidak lagi tertutup, dan telinga orang-orang yang mendengar akan memperhatikan.
4 Hati orang-orang yang terburu nafsu tahu menimbang-nimbang, dan lidah orang-orang yang gagap dapat berbicara jelas.
5 Orang bebal tidak disebutkan lagi orang yang berbudi luhur, dan orang penipu tidak dikatakan terhormat.
6 Sebab orang bebal mengatakan kebebalan, dan hatinya merencanakan yang jahat, yaitu bermaksud murtad dan mengatakan yang menyesatkan tentang TUHAN, membiarkan kosong perut orang lapar dan orang haus kekurangan minuman.
7 Kalau penipu, akal-akalnya adalah jahat, ia merancang perbuatan-perbuatan keji untuk mencelakakan orang sengsara dengan perkataan dusta, sekalipun orang miskin itu membela haknya.
8 Tetapi orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan Satria Piningit selalu bertindak demikian.

Anak remaja Butuh Rangsangan


Apa yang ada di benak anda ketika mendengar kata "Rangsangan" ? lebih baik merangsang atau di rangsang definisi dari artikulasi dari judul d atsa ialah,bahwasannya anak usia remaja antara 15-25 th masa2 kritis yang di mana memasuki masa pendewasaan berdasarkan input-output yang mereka serap,baik maupun buruk baiknya masa-masa transisi yang penuh dengan tantangan tak lain dilema-dilema dalam kehidupan sosial maupun budaya, tradisi pewarisan dari pendahulu yang sebelumnya sudah melewati masa-masa tersebut.

Kenyataanya kaum remaja rentan rapuh tidak mudah menerima contoh-contoh prilaku yang baik,mereka lebih melakukan hal-hal yang menurut arah mereka trend, dari mulai berbuasana,bahasa,maupun tingkah laku,peran media telah menghipnotis remaja secara massal,yang paling dominan di mana media adalah pusat "perangsang" media buku,media bacaan seperti koran majalah dll,media TV. saran-saran orang tua,yang di tuakan,guru maupun teman yang paling berpengaruh terhadap berkembangnya masa remaja agar menjadi pribadi yang tangguh cerdas dan berwawasan luas,tentu peran utama adalah orang tua.

Ada masanya ya memang akan tetapi mana yang lebih di dominasi oleh kalangan remaja tak jarang prilaku "negatif" lebih melekat, hal positif tergerus dan tereleminasi,maka itu, dari berbagai aspek sosial dan berbudaya media harusnya lebih berorientasi pada hal-hal positif "Merangsang" menstimulasi dengan hal-hal yang orientasinya mengarah pada ilmu pengetahuan wawasan dan mengarahkan lebih banyak hal positif dari pada negatif,dalam pencapaian jati diri manusia, perlu rangsangan-rangsangan yang mudah di terima di sesuaikan dengan alur perkembangan jaman.

"pada dasarnya masa remaja lebih rentan mudah meniru dari pada menyerapnya" meniru lebih mudah & dan sulit untuk menyerapnya artinya : masa remaja pada kenyataan yang tak bisa di elakkan menirukan prilaku massal tanpa memandang dampak sisi buruknya.ritual yang berangsur-angsur lama regenerasi dampak sosial media budaya yang telah menyim,pang jauh dari yang sudah di ajarkan para leluhur sebelum ia di lahirkan.dan para orang tua telah banyak terkontaminasi jaman berperan dalam kesibukan mengabaikan kewajiban-kewajiban hakikatnya bagaimanapun orang tua malaikat bagi mereka,mendidik mengarahkan menggiring merka menjadi pribadi-pribadi yang berakal,berilmu,cerdas dan mampu menyaring tantangan-tantangan masa depannya. buikan membiarkannya di rangsang oleh suguhan-suguhan syur media diskriminasi nilai-nilai kehidupan dan kelangsungan hidup banyak orang terutama komunitas-komunitas remaja.

Bahagia terjadi ketika seseorang dalam keadaan sehat badan dan pikiran



Kata ini masih merupakan topik yang seringkali dibicarakan. Banyak orang yang masih saja sulit membedakan antara kebahagiaan dan kelegaan. Sesungguhnya sifat bahagia tidak memilki lawan kata seperti senang – sedih. Sakit – sehat. Siang – malam. Bahagia? Paling banter orang mengatakan tidak bahagia. Jika ada yang mengatakan bahagia lawan kata kecewa. Kecewa berarti tidak terpenuhinya keinginan. Seseorang yang keinginannya terpenuhi ia merasakan kelegaan. Bukan bahagia.

Bahagia adalah suatu kejadian. Selama ini orang tidak bahagia disebabkan orang mencarinya di luar diri. Inilah sebabnya ada kata kebahagiaan sejati. Rasa bahagia tidak terjadi ketika seseorang terpenuhinya keinginan. Suatu keinginan yang dapat dicapai, yang didapatkan rasa lega. Bukan bahagia. Bahagia ada dalam diri setiap orang. Bahagia atau ceria sepertia sifat anak kecil. Lihatlah anak – anak, mereka begitu ceria, begitu bahagia tanpa sebab. Mereka seakan tidak merasakan kekurangan.
Ya, kata terakhir itu yang menjadikan seseorang bahagia. Tidak kekurangan. Bahagia terjadi dari dua hal. Sehat badan dan sehat pikiran.


Sehat badan membuat orang tidak merasakan sesuatu dalam dirinya. Ia bisa bergerak bebas tanpa beban. Tidak ada sedikitpun halangan yang mengganggu pikirannya terhadap badannya. Jiwa yang sehat menjadikan badan sehat. Sedikit orang bisa bahagia jika badannya tidak sehat.

Sehat pikiran. Apa yang dimaksudkan dengan sehat pikiran. Sehat pikiran berarti pikirannya tidak merasakan kekurangan. Seseorang yang merasa kekurangan adalah seseorang yang memisahkan diri dari Tuhan. Merasa kekurangan berarti tidak merasa puas atau bersyukur terhadap yang sudah dimilikinya saat ini. Ketika seseorang merasa kekurangan, saat itu ia memisahkan diri dari Tuhan.

Merasa kekurangan terjadi ketika ia tidak puas terhadap yang dimilikinya saat ini. Ia lupa idiom kata bijak: ‘Sebelum minta sesuatu, syukurilah yang sudah dimiliki saat ini.’ Bersyukur berarti merasakan dirinya berdekatan dengan Tuhan. Kata berdekatan sesungguhnya juga tidak pas. Berdekatan berarti masih ada jarak. Padahal, kita hidup dalam Tuhan. Ingatlah ayat: ‘Tuhan lebih dekat dari urat lehermu’. Artinya tidak ada keterpisahan.


Tatkala bisa merasakan tidak ada lagi keterpisahan dengan Big Boss pemiliki yang maha kaya, kita merasakan kepuasan atau satisfaction. Rasa puas inilah yang menjadikan orang sehat pikiran. Pikiran yang sehat adalah ketika ia menyadari bahwa ia berada dalam Tuhan. Ia tidak merasakan diri dalam kekurangan. Ia sadar bahwa ia dalam perlindungan Big Boss yang maha kasih dan pemberi.

Kebahagiaan terjadi ketika memiliki rasa puas terhadap segala sesuatu yang ada pada dirinya. Ia tidak merasa kekurangan. Karena perasaan kekurangan inilah yang menutupi kebahagiaan dalam diri. Rasa kekurangan membuat ia ‘merasa’ menderita. Banyak orang yang hartanya berleimpah, namun tetap saja ia merasa kekurangan. Merasa kecukupan adalah kata yang pas untuk menjadikan rasa bahagia. Tidak lagi merasa terpisah dari Sang Sumber segalanya.



Itulah kebahagiaan sejati. Tidak bergantung sesuatu di luar diri. Ia merasa, merasa puas terhadap dirinya. Ia mengalami kebahagia, baru ia bisa ber upavasa. Bercumbuan dengan Dia Sang Kekasih sampai lupa makan dan minum. Ayur Hypnotherapy

Hipnotis TV dan Demoralisasi Drama di Indonesia


Tanpa kita sadari televisi (TV) telah membentuk karakter dan mental bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan, termasuk sistem pendidikan yang ada. TV ibaratkotak Pandora di mana banyak keajaiban yang muncul, menghipnotis dan membuat kita terbuai.Beberapa waktu silam, @PsikologID memberikan kultwit yang memaparkan fakta bahwa anak-anak di Indonesia termasuk heavy viewer atau kecanduanmenonton TV karena setiap hari menghabiskan 6 jam untuk duduk di depan TV.

Parahnya lagi, kecanduan tersebut juga menghinggapi para orang tua terutama mereka yang berasal dari status ekonomi menengah ke bawah.

Membiarkan anak menonton TV secara bebas sama halnya dengan mengundang orang asing ke dalam rumah yang mengajarkan mereka tentang berbagai hal di setiap harinya. Hal itu terjadi karena banyak orangtua yang tidak sadar bahwa karakter anak mereka telah dipercayakan untuk dibentuk oleh TV, bahkan orang tua sendiri juga turut mengamini TV sebagai role model mereka. Hal ini sesuai dengan Teori Kultivasi yang dikembangkan oleh George Gerbner yang berpendapat bahwa TV menjadi media tempat para audiens belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya.

Selama  audiens kontak dengan TV, mereka akan belajar tentang dunia, belajar bersikap dan memahami nilai-nilai kehidupan yang berujung pada homogenisasi budaya.Lasswell dan Wright menyatakan bahwa ada 4 fungsi media massa, yaitu :

1) Social Surveillance. Media berfungsi dalam penyebaran informasi daninterpretasi agar tercapai kontrol sosial di masyarakat,
(2) Social Correlation. Media terlibat dalam penyebaran informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan yang lainnya,
(3) Socialization. Media berfungsi dalam pewarisan nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya,
(4) Entertainment  di mana media menyajikan hiburan untuk khalayaknya.Ironisnya fungsi hiburan ini sudah terlalu dominan mewarnai siaran TV diIndonesia, sehingga fungsi lainnya seolah telah terlupakan.

Coba kita perhatikan dengan seksama, program apa yang mendominasi layar kaca Indonesia jika bukan sinetron yang tayang stripping dan sangat minim nilai moral, bahkan sinetron dengan setting sekolah sekalipun. Jarang sekali ada sinetron yang memperlihatkan muridnya yang sedang belajar dikelas, perpustakaan, mengerjakan ujian, diskusi dengan guru, ataupun suasana real yang terjadi di sekolah. Justru yang ada kita disuguhi arogansi,konsumerisme serta hedonisme.

 Bahkan guru sebagai sosok pendidik juga digambarkan sangat tidak patut seperti karakter yang genit dan lebay.Sinetron seperti inilah yang dikonsumsi oleh masyarakat dan telah mengubah mindset serta perilaku mereka terhadap “sekolah”. Sekolah tidak lagi menjadi tempat menimba ilmu, mengembangkan kreativitas,membentuk kepribadian, dan merangkai mimpi guna meraih masa depan yang cemerlang. Namun sekolah justru menjadi ajang pamer gengsi baik dari segi penampilan atau kekayaan sehingga tidaklah mengherankan ketika Ujian Nasional (UN) di depan mata, baik murid, pihak sekolah dan orang tua menjadi panik dan selalu merasa tidak siap.


 Hal ini bisa menjadi refleksi diri kita untuk kritis dalam menyikapi setiap isu yang terjadi di masyarakat. Tanggung jawab dalam membangun negara tidak serta merta selalu ada di tangan Pemerintah, namun media dan masyarakat juga memiliki porsi yang sama dalam memberikan kontribusi positif.


"Seharusnya media menjadi jembatan ilmu serta wawasan sarana pembimbing.bahwa kenyataannya media-media cepat saji berhasil menghipnotis sekaligus meracuni secara perlahan"

Tuhan tidak perlu di bela


Sesungguhnya kebahagiaan itu terjadi saat kita bisa membahagiakan orang lain. Bukan karena kita bisa menguasai orang lain. Ketika kita merasa bisa menguasai orang lain, sesungguhnya kita terhipnosis oleh kebencian atau kekersan yang ada dalam diri kita. Perbuatan kita yang membuat orang lain menderita adalah bukti bahwa kita diperbudak oleh kebencian diri. Inilah hipnosis ciptaan diri sendiri.

Kondisi ini bisa terjadi dan bahkan sangat bisa terjadi. Perhatikan mereka yang sering melakukan kekerasan. Mereka terhipnotis oleh kebenciannya sendiri. Mereka merasa selalu dikejar oleh bayang-bayang ketakutan yang sesungguhnya tidak berdasar. Ketakutan bahwa dirinya tidak dihargai membuat ia berbuat kasar terhadap orang lain. Ia ingin menunjukkan bahwa ia lebih hebat dari orang lain. Kemudian ia berbuat kekerasan pada orang lain agar diakui sebagai jagoan.


Kita menanamkan bayang-bayang ketakutan sehingga kita berbuat sesuatu yang menyengsarakan orang lain. Kita merasa puas. Inilah penyakit. Seseorang yang bisa merasa puas ketika orang lain menderita berarti menyimpang dari visi para nabi. Para nabi senantiasa menyebarkan kedamaian. Bukan kebencian. So, jika ada orang yang puas melihat orang lain menderita, berarti ia dalam keadaan sakit. Ia terhinosis oleh kebencian dirinya. Ia di bawah pengaruh kebencian ciptaan diri sendiri.


Secara tidak sadar, repetitif dan intensif, dalam diri orang tersebut dibisikkan racun kebencian yang berbungkuskan pembelaan terhadap lembaga agama tertentu. Seakan bisa membela agama. Sedikit yang berani bertanya, apakah para nabi memang menganjurkan untuk membela agama?


Bukankah membela agama berarti menyembah? Bukankah ini sudah melakukan perbuatan yang menyimpang? Menyembah selain Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tidak memiliki nama sebagai agama. Atau Tuhan tidak sama dengan agama.

Perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh manusia membuktikan bahwa orang tersebut dihipnosis oleh kebenciannya sendiri…

banyak kelakuan yang menyimpang dari visi para suci atau nabi. Para nabi atau para suci menyampaikan berita yang bermanfaat bagi peningkatan evolusi jiwa, bukan untuk kekuasaan dunia. Sayangnya, banyak umat yang mengaku sebagai pengikut nabi tertentu melakukan hal yang bertentangan dengan visinya. Mereka ingin menjadi penguasa dunia. Bukan penguasa diri sendiri. Anjuran untuk menguasai diri di salah artikan menguasai diri orang lain. Menguasai diri sendiri haruslah menjadi seorang manusia yang memiliki kekuasaan sebagai saksi atas pikirannya sendiri.

pada hakekatnya Tuhan tidak perlu di bela,dan Agama bukan untuk di bela,yg justru harus di bela dirimu sendiri,seberapa pantas kah kita membela atas dasar2 agama dan ketuhanan itu sendiri.apakah agama sudah benar2 mendidik kita menggiring kita utk berjihad utk diri kita sendiri.Bahwasannya Tidak ada manusia yg ingin berjihad secara sia2.

Titik Dua


Majalah Tempo 12 Jan 2009. Eep Saefulloh Fatah. Pengamat politik.
Setiap kali mengirim kolom untuk media massa, saya selalu mencemaskan nasib ”titik dua” saya. Sangat sering terjadi, sang ”titik dua” tak jadi muncul dalam kolom yang diumumkan ke khalayak. Ia dihabisi para editor. Malang nian nasibnya.
Padahal, sebagai penulis kolom, saya menggemari titik dua. Bagi saya, ia wakil terbaik dari gagasan ekonomi kata sekaligus penggaris bawah yang efektif.
Dengan tampilan bersahaja, titik dua mampu menggantikan banyak alat ungkap bahasa yang lebih boros: yaitu, yakni, adalah, berikut ini, sebagai berikut, seperti terinci berikut, sebagaimana terpapar berikut, sebagaimana tergambar berikut ini. Sumbangannya pada ekonomi kata pun bukan main.
Ia juga alat penggarisbawahan nan tandas. Ketika kita hendak memaparkan tiga pokok pikiran utama, sekadar misal, titik dua bisa dipakai pada alinea pembuka paparan itu. Di situ, titik dua berfungsi menggarisbawahi secara ringkas bahwa ketiga hal yang hendak kita paparkan itu penting belaka. Ia juga membantu pembaca untuk tak tersesat, tetap terikat pada sang pokok pikiran utama.
Karena itulah saya menggemarinya. Sebuah kolom mesti cerdas bersiasat dengan keterbatasan ruang halaman surat kabar dan majalah. Semakin canggih siasat itu semakin lebar peluang pengelanaan gagasan di tengah keringkasan sebuah kolom. Di sinilah kita bersua guna titik dua.
Perkenalan saya dengan titik dua terjadi sejak guru bahasa Indonesia di sekolah dasar mulai mengajari kami bermahir-mahir dengan tanda baca. Namun pertemanan dekat saya dengannya mulai terbangun ketika menjalani sekolah menengah atas. Goenawan Mohamad adalah sang mak comblang. Waktu itu saya mulai teratur membaca majalah Tempo, sekalipun selalu telat dua pekan karena saya membelinya di kios majalah bekas.
Saya pun mulai lumayan teratur membaca Catatan Pinggir sambil sesekali tak memahaminya. Di sinilah­ saya kerap bertemu dengan titik dua yang ditampilkan Goenawan dalam bentuk terbaiknya: meringkas seka­ligus menggarisbawahi paparan. Goenawan mengubah pandangan saya tentang titik dua dari sekadar tanda baca biasa menjadi perangkat penting seorang penulis.
Titik dua menjelma menjadi azimat sakti pelawan pemborosan kata—sang musuh besar media massa di era serba cepat dan ringkas sekarang ini. Maka, dalam posisi ini, titik dua secara teoretis selayaknya menjadi teman baik para penulis dan editor kolom surat kabar dan majalah.
Tapi, itulah. Kadang kala praktek tak selalu sesuai dengan teori. Musuh terbesar saya justru para editor itu. Mereka lumayan senang membunuhi titik dua saya dan menggantinya dengan ”yaitu” atau ”yakni” atau ”sebagai berikut”. Alih-alih menyokong ekonomi kata, para editor itu menghambur-hamburkan empat hingga 16 karakter dalam sekali tebasan penyuntingan.
Saya pun senantiasa mencemaskan titik dua saya setiap kali mengirimkan kolom. Hingga tulisan ini dibuat, kecemasan itu selalu tersimpan dalam senyap hati. Agak tak nyaman jika acap kali mengirim kolom saya harus memberi editor catatan, ”Tolong, jangan buang titik dua saya. Saya sungguh menyukainya.”
Pertanyaannya, mengapa titik dua tak terlampau digemari bahkan di kalangan yang semestinya menjadi penganut paling fanatik gagasan ekonomi kata? Mengapa alat peringkas kata dan penandas gagasan ini gampang terpinggirkan?
Saya khawatir tak bakal mampu memberikan jawaban spesifik. Tapi saya duga ini berkait dengan kecen­derungan umum dalam berbahasa Indonesia: menghindar yang ringkas-ringkas, senang berpanjang-panjang.
Dibandingkan dengan bahasa Inggris, misalnya, bahasa Indonesia tak punya banyak ”wakil tunggal”, yakni satu kata untuk menggambarkan sebuah gejala. Banyak gejala mesti dijelaskan dengan satu rumpun kata yang terkadang berupa sebuah frasa panjang.
Dalam tataran bahasa lisan, gejala ini bahkan lebih tegas. Agak sulit menemukan seorang pembicara, pembicara publik paling mahir sekalipun, sebagai pengguna bahasa Indonesia yang ringkas dan padat sekaligus penyampai pesan yang efektif.
Pemanjangan paparan atau pemborosan kata dibentuk oleh banyak hal, dari upaya penghalusan (eufe­misme) hingga dramatisasi (hiperbolisme). Namun, apa pun pembentuknya, saya yakin perlawanan atasnya harus dimulai oleh para pengguna bahasa di garda terdepan, terutama para pelaku media.
Media memiliki peranan genting membangun dan mendinamisasi bahasa. Bukankah hikayat Tempo sendiri membuktikannya? Media punya peranan penting memfasilitasi komunitas dan masyarakat secara luas untuk bekerja bersama mematangkan bahasa. Bukankah setiap bahasa di mana saja tak pernah dibangun sekali untuk selamanya?
Setidaknya, manakala media massa sudah semakin sadar akan peran genting dan pentingnya itu, saya tak perlu lagi mencemaskan sang ”titik dua” acap kali melayangkan sepucuk kolom.