Senin, 24 November 2014

Kemunafikan rutin “kelas menengah”


Sudah bukan rahasia lagi kalau kelas menengah terkenal oportunis dan pandai berubah layaknya bunglon. Mereka adalah sosok-sosok yang mengaku kreatif namun hoby mencibir jika ada gagasan dan arah perubahan sosial yang lebih radikal. Disamping itu, ada tipe berbeda yang tampak sangat “naïf”. Mereka terbiasa secara cekatan memvonis protes sebagai bentuk lain dari kebodohan. Tentang pernyataan sembrono yang muncrat di fesbuk dan jejaring sosial lainnya bahwa kritisisme itu terlalu dekat dengan egoisme dalam kadar subjektifitas paling pekat.. dahulu saya berupaya lumayan keras untuk mengcounter pernyataan model begini namun sekarang "aneh"nya saya mampu lebih tenang. Termasuk pada sejumlah kesimpulan sembrono yang turut mewarnai aksi protes melawankenaikan harga BBM seminggu terakhir ini.

Saya sendiri berusaha sekuat tenaga untuk menghormati perbedaan pendapat meski terdengar perih bagi kuping saya. Namun pada titik tertentu, batas toleransi wajar untuk luluh. Saya kurang yakin dengan labelisasi bahwa orang-orang ini adalah kelas menengah karena anehnya cara berpikir dan logika yang dibangun justru berada pada level  tidak menengah sama sekali! Apa yang anda harapkan dari reaksi rakyat yang marah karena ditindas dan dibohongi? Apa reaksi yang anda harapkan pada pemerintah dan parlemen yang bebal dan despotic? Apa reaksi yang anda harapkan dari penguasa bermandikan kemewahan sementara rakyatnya terus terpojok karena melarat dan sakit? Apa hasil yang anda harapkan dengan status fesbuk dan twitter yang berisi cemoohan tentang kenaikan BBM?


Mungkin saja saya sendiri yang terlalu emosional. Tapi setidaknya saya tahu bahwa kemerdekaan dari belanda dan jepang itu tidak lahir dari acara seminar, dialog, surat kecaman, audiensi dan aksi damai. Atau ketika pemerintahan soeharto yang militeristik itu tidak kolaps karena karena negosiasi. Radikalisasi yang sedang berhembus kuat sudah pasti akan diterjang oleh status quo. Dan ini adalah hal yang alamiah dalam semua teori politik. Tapi kelas menegah ini, orang-orang ini terus saja mengoceh tentang demostrasi yang terlampau keras, tidak santun, dan merugikan masyarakat. semua orang jelas mengeluh ketika soeharto diprotes diberbagai provinsi karena macet dan fenomena kerusuhan. Tapi apa yang terjadi setelahnya? Mereka justru memuji heroisme dan peran sentral mahasiswa atau kelompok gerakan lainnya. Bahwa karir, jabatan, dan kekayaan yang mereka banggakan ternyata buah dari kekacauan dan instabilitas yang sekarang mereka cibir tiap hari! Mereka yang gemar melecehkan metode kiri itu munafik. Pada prinsipnya mereka juga menyepakati model-model sabotase dan kekerasan. Apakah kita lupa revolusi borjuasi di perancis yang terkenal itu? Ketika mereka menyerang penjara bastille dan membungkan kekuasaan raja louise lalu berganti rezim liberal borjuis?
Aahh,sudahlah mereka ini memang tidak menengah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar